Senin, 16 Juni 2014

Untuk laki-laki yang kusebut “Abah”



 Usianya kini telah hampir mencapai 60 tahun dengan perawakan tinggi kurus, sifatnya yang penyabar dan ramah membuat ia terlihat awet muda. Profesinya sebagai seorang guru telah ia jalani selama berpuluh-puluh tahun dan menuntutnya untuk belajar apa saja karena guru pada jaman dahulu tentu berbeda dengan jaman sekarang, ia pernah mengajar berbagai mata pelajaran mulai dari biologi sampai bahasa inggris. Banyak sifat-sifat yang telah ia turunkan kepada anak perempuannya. Sosok yang hingga kini selalu mengalirkan kasih sayangnya kepada saya, yang telah banyak mengajarkan segala hal…tidak hanya melalui lisan tapi juga tindakan, darinya saya belajar arti sabar… seorang laki-laki yang akan selalu saya sayangi dan takkan pernah saya lupakan seumur hidup. Setiap tetesan keringat yang ia kucurkan untuk menghidupi keluarga membuat saya bertekad agar bisa membuatnya bangga, tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Telah saya patri di hati yang paling dalam bahwa kelak akan saya persembahkan mahkota kemuliaan untuk beliau (InsyaAllah…). Laki-laki itu menjadi sebab keberadaan saya di dunia, ia menjadi saksi perjalanan hidup saya hingga saat ini. Dialah seseorang yang biasanya saya panggil dengan sebutan “Abah”.
Terlalu banyak yang telah abah wariskan kepada saya mulai dari ciri-ciri fisik, sifat bahkan sampai dengan hal-hal yang disukai. Berbagai buku yang ia miliki menunjukkan beliau suka membaca dan ini salah satu yang diturunkan kepada saya. Deretan buku yang tersusun rapi tak jarang menjadi berantakan karena saya bongkar, jika satu buku selesai dibaca maka tak sabar saya ingin membaca buku lainnya, akhirnya satu per satu buku berpindah posisi yang tadinya di rak menjadi tak tau kemana J. Mulai dari majalah intisari berbagai edisi, majalah pendidikan, cerita detektif sampai buku pelajaran semuanya habis saya lahap.
Mengenang masa kecil bersama abah selalu membuat saya tersenyum, kami pernah menanam ubi bersama di samping rumah dan ketika abah yang sedang mencangkul menemukan cacing atau ulat, beliau akan menantangku untuk memegangnya.
“Noh…pegang berani nggak?” ucapnya seraya menantangku.
Saya yang pada dasarnya memiliki sifat pantang mengalah jika ditantang akan diam sejenak, lalu dengan keberanian yang ada walaupun sebenarnya ada rasa takut berusaha untuk memegang makhluk yang terlihat menjijikkan. Dari kejadian-kejadian seperti itu saya belajar bagaimana menjadi seseorang yang pemberani.
            Abah yang dulu cukup lama hidup sendiri sebagai bujangan membuat beliau bisa memasak dan sampai sekarang masih suka bikin kue atau cemilan seperti keripik, tapi yang bagian ini sepertinya tidak diwariskan kepada saya hahahaa…:-D.
Selain suka bercocok tanam beliau juga sangat jago bermain catur, tak heran jika saya dan kakak dari sejak kecil sudah lihai memainkan bidak catur. Meski tak tau secara mendalam berbagai teknik permainan catur, yang saya tau bagaimana caranya menghentikan langkah si “king” agar tak berkutik, skak matt! Jika sudah seperti itu saya akan tersenyum penuh kemenangan kepada lawan. Kakak yang biasanya memang lebih sering menang ketimbang saya, akan mati-matian menghindar dari kekalahan jika saya berhasil me-skak matt-nya. Ada saja alasan yang dia buat, mulai dari alasan mau ke WC, sakit perut sampai bidak yang akhirnya di obrak-abrik (please don’t try at home ya…ini curang namanya! Hiks…).
            Seiring waktu berlalu, saya kini yang kian beranjak dewasa dengan segala usaha untuk meraih mimpi dan cita-cita sering melupakan beliau…tak ku sadari gurat-gurat tua yang hari demi hari nampak jelas di wajahnya. Ingin saya habiskan lebih banyak waktu bersamanya seperti waktu kecil, tapi selalu saja ada yang menghalangi…Ah saya terlalu banyak alasan! Sejauh apapun saya dari rumah, abah pasti selalu menanti saya untuk pulang.
            Entah dengan apa saya sanggup membalas pengorbanannya, rasa lelahnya, tetes demi tetes keringatnya, kasih sayangnya… semua yang abah beri dan ajarkan akan selalu membekas disini, dihati. Abah yang dulu pernah bersusah payah mencarikan obat dari satu apotik ke apotik lain, yang bersusah payah membiayai ketika saya masuk Rumah Sakit, yang selalu setia mengantarkan saya check up… yang selalu berusaha memenuhi permintaanku ketika saya sakit sejauh apapun jarak yang harus ditempuh…semua yang kau lakukan takkan mungkin dapat saya balas.
            Jika seluruh kata ungkapan sayang dan cinta dikumpulkan jadi satu, semuanya takkan sanggup mewakilkan rasa yang ada dihatiku terhadap abah… Jika satu kalimat yang dapat menggambarkan perasaanku maka itu adalah “Aku sangat bersyukur Allah telah titipkan aku kepada orang seperti abah”… dan jika hanya boleh berucap tiga kata maka akan ku katakan “Putri sayang Abah!”
Saya memang tidak dapat memilih pada siapa saya dilahirkan dan bagaimana orang tua saya, tapi saya dapat memilih untuk menjadi anak yang baik & berbakti atau tidak. Allah…izinkan aku menjadi anak yang shalihah bagi kedua orang tuaku agar kelak dapat menjadi tangguhan di hadapan-Mu agar dapat membawa mereka bersama-sama berkumpul di indahnya jannah-Mu yang abadi.

Note: Selesai dengan kucuran air mata yang kian deras dipenghujung kata.
            Banjarbaru, 28 Feb 2013
            10.00 pm
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar