“… Maybe surrounded by, A million people I
Still feel all alone, I just wanna go home
Oh… I miss you, you know…”
( Mungkin aku dikelilingi
jutaan orang,
namun kutetap merasa
sendiri, aku hanya ingin pulang
Aku merindukanmu, kamu tahu…)
Lagu “Home” miliknya Michael Buble mengalun lembut mengiringi
tulisan ini, mendengarkannya membuat hati semakin rindu dengan rumah. Bagi
perempuan seperti saya yang harus meninggalkan rumah dan keluarga untuk
mengenyam pendidikan dikota lain, rumah tentu menjadi sesuatu yang kadang
sangat saya rindukan. Sejauh apapun kaki saya melangkah tempat terbaik untuk
kembali tak lain adalah rumah sendiri, karena disanalah tempat saya dan
keluarga berkumpul… ada kehangatan yang tak saya dapatkan ditempat lain.
Demi mengejar impian dan cita-cita terkadang seseorang harus
rela meninggalkan rumah dan keluarganya, meski terasa berat… toh semuanya harus
dijalani karena untuk mencapai sesuatu akan selalu ada pengorbanan yang
mengiringinya. Saya teringat beberapa tahun silam saat saya menginjak semester
awal perkuliahan, saat itu keinginan untuk pulang ke rumah atau pulkam (Pulang
kampung) masih sering hadir dan tanpa banyak pikir setiap ada waktu luang saya
dengan segera beranjak dari kota tempat saya menuntut ilmu, mungkin karena
awalnya belum terbiasa jauh dari orang tua sehingga rasa kangen sering hadir
menggelayuti hati. Seiring berjalannya waktu lambat laun kebiasaan pulkam mulai
menyusut, makin naik semester tugas semakin banyak akibatnya tenaga, perhatian
dan waktu banyak tersita untuk aktifitas kuliah. Saya mulai mengurangi jadwal
pulkam, itu artinya kesempatan untuk bertemu dengan orang tuapun semakin
jarang. Ditengah kesibukan serta hari-hari yang terlewati tanpa saya sadari
mereka semakin menua.
Bagaimanapun ramai serta asyiknya suasana kota dengan segala
hiruk-pikuknya, saya tetap lebih nyaman berada dirumah, saat berkumpul bersama
keluarga. Kini di akhir semester, ketika lebih banyak waktu luang karena jadwal
perkuliahan sudah tidak ada… saya selalu berusaha menyempatkan waktu untuk bisa
menjenguk kedua orang tua. Semakin saya menyadari bahwa waktu akan terus
membabat habis masa hidup setiap manusia, saya semakin takut untuk kehilangan
waktu-waktu berharga bersama orang-orang yang saya sayangi. Terkadang ada rasa
sesal setiap kali saya tidak peka terhadap keinginan orang tua untuk bertemu
anaknya. Sering mereka menanyakan kapan saya pulang ketika saya sudah beberapa
minggu tidak pulkam, mereka jarang sekali meminta saya untuk pulang secara
langsung tetapi seharusnya saya sadar bahwa ketika mereka bertanya kapan pulang
saat itu sebenarnya di dalam hati mereka
sedang mengharapkan kepulangan saya. Saya terlalu sering acuh dan tidak perduli
padahal saya bisa seperti sekarang justru karena mereka.
Ada banyak hal yang akan selalu saya
rindukan dari rumah, disana ada kenangan-kenangan manis yang tercipta bersama
saya dan keluarga. Sering saya merasa bersyukur dengan keadaan saya sekarang
yang masih sendiri, tanpa orang spesial karena dengan begitu saya banyak kesempatan untuk bersama menghabiskan waktu bersama keluarga, di saat para remaja dan
perempuan seumuran saya sedang asik dengan pasangannya masing-masing setiap
akhir pekan, saya lebih memilih menghabiskan waktu malam minggu dirumah… saya
lebih memilih melewatinya dengan membuatkan secangkir kopi untuk abah, memijit
tubuh mama yang lelah, makan malam dan menonton televisi bersama keluarga. Saya
lebih menantikan tawaran dari mama untuk menemani saya mengerjakan tugas meski
akhirnya beliau akan terlelap disamping saya yang tengah sibuk daripada sebuah
tawaran dari seseorang untuk mengajak jalan. Rasanya saya tak perlu kebahagian
lain jika bersama-sama mereka saja sudah membuat saya merasakan kebahagian yang
tak terkira. Waktu-waktu bersama mereka adalah waktu yang sangat berharga
karena saya tak pernah tau apakah besok masih ada… bagi saya ataupun mereka,
kita tak pernah tau berapa lama lagi waktu yang tersisa.
Ketika di rumah saya selalu
mencuri-curi kesempatan untuk bisa tidur disamping mama, sering saya pandangi
wajahnya yang sedang terlelap… saya bisikkan dalam hati tentang mimpi-mimpi
yang ingin saya wujudkan untuk membuat mereka bahagia sambil memanjatkan doa
dan ketika semuanya telah tuntas, saya akan memeluk tubuhnya dengan erat lalu
saya kecup pipinya dengan lembut. Ketika hawa dingin berhembus dan merasuk
kedalam pori-pori kulit, akan ada tangan-tangan penuh kasih… sayup-sayup
kulihat dari mataku yang setengah terkantup wajah mama atau abah yang teduh
sedang menarikkan selimut untuk menghalau dingin yang menyergap tubuhku… aku
hanya mampu tersenyum dalam lelap. Sering aku merindukan kata-kata “ding…” (Ading) panggilan khas dari kakak laki-lakiku, ia
saudara satu-satunya yang aku punya. Meski ia lebih sering diam dan terkadang
sifat juteknya kumat tapi dia lah yang pernah mengangkat tubuh ini ketika aku
terkapar sakit.
Berawal dari rumah aku mengukir
kisah… bersama mereka semuanya akan terasa indah, mereka tak pernah mengeluh
saat aku hanya bisa memberi susah, saat orang lain mungkin saja
meluluh-lantakkan… bersama mereka lah aku mampu bangkit dan menemukan
kebahagiaan, ketika ada sebagian orang yang menyakiti… merekalah yang tak
pernah henti untuk memberi, saat yang lain meninggalkan bahkan pergi… mereka
pula yang akan selalu setia berada disisi. Tuhan… kuhujamkan niat dalam hati
untuk bisa memberi arti kehadiranku dalam hidup mereka, demi jerih payah yang
telah mereka rasa akan selalu aku haturkan doa yang tak pernah usai hingga
akhir masa.
Mimpi-mimpiku menggantung dipelupuk
mata sedang menunggu untuk aku segera meraihnya, demi mewujudkannya mungkin aku
harus melangkahkan kaki lebih jauh dari tempat yang aku pijak sekarang, semakin
jauh meninggalkan rumah. Aku tau akan terasa berat bagi mereka untuk
merelakannku pergi jauh, begitu pula diriku. Sanggupkah …?
Seberat apapun itu, aku hanya ingin kalian tau bahwa semua
ini kulakukan tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk kalian… dan sejauh
apapun langkahku pada akhirnya rumah jua lah tempatku kembali, untuk berkumpul
lagi bersama-sama kalian.
“… And I know just why
you could not come along with me
That this was not your
dream, but you always believed in me…”
( Dan kutahu kenapa kau tak bisa menyertaiku,
ini bukanlah mimpimu… namun kau selalu percaya padaku…)
Banjarbaru, 02.00 am
Senin 22 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar