Rabu, 05 Februari 2014

I JUST WANNA GO HOME




“… Maybe surrounded by, A million people I
Still feel all alone, I just wanna go home
Oh… I miss you, you know…”
( Mungkin aku dikelilingi jutaan orang,
namun kutetap merasa sendiri, aku hanya ingin pulang
Aku merindukanmu, kamu tahu…)

Lagu “Home” miliknya Michael Buble mengalun lembut mengiringi tulisan ini, mendengarkannya membuat hati semakin rindu dengan rumah. Bagi perempuan seperti saya yang harus meninggalkan rumah dan keluarga untuk mengenyam pendidikan dikota lain, rumah tentu menjadi sesuatu yang kadang sangat saya rindukan. Sejauh apapun kaki saya melangkah tempat terbaik untuk kembali tak lain adalah rumah sendiri, karena disanalah tempat saya dan keluarga berkumpul… ada kehangatan yang tak saya dapatkan ditempat lain.
Demi mengejar impian dan cita-cita terkadang seseorang harus rela meninggalkan rumah dan keluarganya, meski terasa berat… toh semuanya harus dijalani karena untuk mencapai sesuatu akan selalu ada pengorbanan yang mengiringinya. Saya teringat beberapa tahun silam saat saya menginjak semester awal perkuliahan, saat itu keinginan untuk pulang ke rumah atau pulkam (Pulang kampung) masih sering hadir dan tanpa banyak pikir setiap ada waktu luang saya dengan segera beranjak dari kota tempat saya menuntut ilmu, mungkin karena awalnya belum terbiasa jauh dari orang tua sehingga rasa kangen sering hadir menggelayuti hati. Seiring berjalannya waktu lambat laun kebiasaan pulkam mulai menyusut, makin naik semester tugas semakin banyak akibatnya tenaga, perhatian dan waktu banyak tersita untuk aktifitas kuliah. Saya mulai mengurangi jadwal pulkam, itu artinya kesempatan untuk bertemu dengan orang tuapun semakin jarang. Ditengah kesibukan serta hari-hari yang terlewati tanpa saya sadari mereka semakin menua.
Bagaimanapun ramai serta asyiknya suasana kota dengan segala hiruk-pikuknya, saya tetap lebih nyaman berada dirumah, saat berkumpul bersama keluarga. Kini di akhir semester, ketika lebih banyak waktu luang karena jadwal perkuliahan sudah tidak ada… saya selalu berusaha menyempatkan waktu untuk bisa menjenguk kedua orang tua. Semakin saya menyadari bahwa waktu akan terus membabat habis masa hidup setiap manusia, saya semakin takut untuk kehilangan waktu-waktu berharga bersama orang-orang yang saya sayangi. Terkadang ada rasa sesal setiap kali saya tidak peka terhadap keinginan orang tua untuk bertemu anaknya. Sering mereka menanyakan kapan saya pulang ketika saya sudah beberapa minggu tidak pulkam, mereka jarang sekali meminta saya untuk pulang secara langsung tetapi seharusnya saya sadar bahwa ketika mereka bertanya kapan pulang saat itu sebenarnya  di dalam hati mereka sedang mengharapkan kepulangan saya. Saya terlalu sering acuh dan tidak perduli padahal saya bisa seperti sekarang justru karena mereka.

Ada banyak hal yang akan selalu saya rindukan dari rumah, disana ada kenangan-kenangan manis yang tercipta bersama saya dan keluarga. Sering saya merasa bersyukur dengan keadaan saya sekarang yang masih sendiri, tanpa orang spesial karena dengan begitu saya banyak kesempatan untuk bersama menghabiskan waktu bersama keluarga, di saat para remaja dan perempuan seumuran saya sedang asik dengan pasangannya masing-masing setiap akhir pekan, saya lebih memilih menghabiskan waktu malam minggu dirumah… saya lebih memilih melewatinya dengan membuatkan secangkir kopi untuk abah, memijit tubuh mama yang lelah, makan malam dan menonton televisi bersama keluarga. Saya lebih menantikan tawaran dari mama untuk menemani saya mengerjakan tugas meski akhirnya beliau akan terlelap disamping saya yang tengah sibuk daripada sebuah tawaran dari seseorang untuk mengajak jalan. Rasanya saya tak perlu kebahagian lain jika bersama-sama mereka saja sudah membuat saya merasakan kebahagian yang tak terkira. Waktu-waktu bersama mereka adalah waktu yang sangat berharga karena saya tak pernah tau apakah besok masih ada… bagi saya ataupun mereka, kita tak pernah tau berapa lama lagi waktu yang tersisa.
Ketika di rumah saya selalu mencuri-curi kesempatan untuk bisa tidur disamping mama, sering saya pandangi wajahnya yang sedang terlelap… saya bisikkan dalam hati tentang mimpi-mimpi yang ingin saya wujudkan untuk membuat mereka bahagia sambil memanjatkan doa dan ketika semuanya telah tuntas, saya akan memeluk tubuhnya dengan erat lalu saya kecup pipinya dengan lembut. Ketika hawa dingin berhembus dan merasuk kedalam pori-pori kulit, akan ada tangan-tangan penuh kasih… sayup-sayup kulihat dari mataku yang setengah terkantup wajah mama atau abah yang teduh sedang menarikkan selimut untuk menghalau dingin yang menyergap tubuhku… aku hanya mampu tersenyum dalam lelap. Sering aku merindukan kata-kata “ding…” (Ading)  panggilan khas dari kakak laki-lakiku, ia saudara satu-satunya yang aku punya. Meski ia lebih sering diam dan terkadang sifat juteknya kumat tapi dia lah yang pernah mengangkat tubuh ini ketika aku terkapar sakit.
Berawal dari rumah aku mengukir kisah… bersama mereka semuanya akan terasa indah, mereka tak pernah mengeluh saat aku hanya bisa memberi susah, saat orang lain mungkin saja meluluh-lantakkan… bersama mereka lah aku mampu bangkit dan menemukan kebahagiaan, ketika ada sebagian orang yang menyakiti… merekalah yang tak pernah henti untuk memberi, saat yang lain meninggalkan bahkan pergi… mereka pula yang akan selalu setia berada disisi. Tuhan… kuhujamkan niat dalam hati untuk bisa memberi arti kehadiranku dalam hidup mereka, demi jerih payah yang telah mereka rasa akan selalu aku haturkan doa yang tak pernah usai hingga akhir masa.
Mimpi-mimpiku menggantung dipelupuk mata sedang menunggu untuk aku segera meraihnya, demi mewujudkannya mungkin aku harus melangkahkan kaki lebih jauh dari tempat yang aku pijak sekarang, semakin jauh meninggalkan rumah. Aku tau akan terasa berat bagi mereka untuk merelakannku pergi jauh, begitu pula diriku. Sanggupkah …?
Seberat apapun itu, aku hanya ingin kalian tau bahwa semua ini kulakukan tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk kalian… dan sejauh apapun langkahku pada akhirnya rumah jua lah tempatku kembali, untuk berkumpul lagi bersama-sama kalian.

“… And I know just why you could not come along with me
That this was not your dream, but you always believed in me…”
( Dan kutahu kenapa kau tak bisa menyertaiku,
ini bukanlah mimpimu… namun kau selalu percaya padaku…)

Banjarbaru, 02.00 am
Senin 22 April 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar