Rabu, 05 Februari 2014

Hidup Tak Semanis Gulali


 
Saat itu saya dengan seorang teman sedang duduk dikoridor kampus sambil bercengkrama. Sudah hampir setengah jam kami duduk disitu, tapi dosen yang kami tunggu tak jua datang. Selang beberapa saat tiba-tiba kami melihat ada seorang kakek penjual gulali, teman saya yang sedang duduk disamping segera menarik-narik baju saya sambil memberi isyarat yang mengarahkan untuk melihat si kakek. Saya menatap langkahnya yang gontai dengan kepala menunduk, terlihat ia berjalan mengarah ke tempat kami duduk. Sesaat saya hanya terpaku melihatnya dan membiarkannya berlalu dari hadapan kami.

“Ssstt…sttt… mpot beli dong gulalinya, kasian tuh si kakek...”, bisik teman disamping yang membuat saya tersadar dari lamunan. Saya segera merogoh tas untuk mengambil uang, untunglah pada saat itu si kakek belum terlalu jauh dari tempat kami duduk karena ada seorang mahasiswa yang terlebih dahulu membeli. Saya segera menghampiri si kakek dan membelinya… setelah itu terlihat beberapa mahasiswa lain juga turut membeli gulali yang dijual si kakek. Saya segera kembali ke tempat duduk dan bercengkrama sambil menikmati manisnya gulali.
“Eh tau ga?! Kakek tadi pernah aku liat sebelumnya… ia pernah berjualan sampai ke tempat tinggalku…” Ungkap teman saya.
“Wah jauh juga ya… kalo dibandingkan dari kampus kita ke rumahmu, lumayan jauh… lha kamu aja biasanya pakai motor kalau mau ke kampus”
“Hu’umh…kasian ya padahal sudah tua…”
Saya menatap punggung si kakek yang kian menjauh, semakin lama saya melihatnya semakin manambah rasa iba. Kakek itu adalah kakek yang beberapa hari lalu juga saya temui dipinggir jalan, saat itu saya hampir melewatkannya begitu saja meski hati sudah terketuk untuk berbuat sesuatu… saya yang sedang menggunakan sepeda motor masih mengikuti langkahnya dari kaca spion, akhirnya hati saya tergerak untuk membeli. Segera saya putar arah untuk mengejar si kakek.
            “Kek,beli gulalinya…”
            “Wah sudah habis nak gulalinya…” ucap si kakek.
Saya pun kemudian berlalu, ada rasa senang dan bersyukur ketika mengetahui bahwa gulali si kakek telah habis terjual tapi juga ada rasa sedih karena saya tak bisa membantu dengan cara membelinya. Akhirnya saya hanya mampu mengucap hamdalah serta menguntai sebuah doa semoga rezeki si kakek pada hari itu lancar. Dan ternyata selang beberapa hari kemudian Allah berkenan mempertemukan saya kembali dengan kakek tersebut dan memberi kesempatan untuk saya bisa membeli jualannya.
Saya merasa salut dengan si kakek, diusia yang sudah tua ia masih mau mengais rezeki dengan berjualan sedangkan sering saya temui orang-orang yang usianya jauh lebih muda bahkan lebih sehat memilih mendapatkan uang dengan cara meminta-minta. Hati saya miris membayangkan kakek tersebut, seharusnya ia menikmati masa-masa tuanya berkumpul dengan sanak saudara… bukan dengan cara bekerja menjajakan jualan dari satu tempat ke tempat lain. Entah apakah ia masih punya keluarga… pikirin itu sempat hadir pula di benak saya. Berbagai macam pertanyaan muncul mengusik ketenangan jiwa, seandainya ia hidup sebatang kara, lalu siapa yang mengurusnya? Apa alasan yang membuat si kakek mau berjualan? Bagaimana jika tidak setiap hari dagangannya laku terjual…?
Ya Allah… saya tak sanggup membayangkannya…
Ditengah kerasnya hidup… saya melihat perjuangan yang luar biasa dari kakek penjual gulali, ia masih mau berusaha meski telah renta. Sementara saya…?!ah rasanya malu jika harus membandingkan diri dengan si kakek, saya masih sering menadahkan tangan kepada orang tua tanpa pernah mau tau bagaimana susahnya mencari rezeki bahkan terkadang saya lupa untuk bersyukur atas rezeki yang telah didapat. Sedangkan kakek tadi harus berjalan kaki puluhan kilometer hanya untuk mendapatkan beberapa ribu perak, yang mungkin bagi kita nilainya tak seberapa. Meski mungkin jualannya tidak selalu habis terjual setiap hari tapi si kakek tak pernah letih untuk berusaha. Ya… hidup memang tak mudah bahkan ia selalu menuntut perjuangan tanpa pernah mengenal usia. Hidup yang kita perjuangkan bahkan tak selalu manis layaknya gulali yang dijual si kakek. Hidup memang tak selalu manis… semanis gulali…

Banjarbaru, 12.30 pm
Sabtu, 4 Mei 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar