Rabu, 05 Februari 2014

Ajarkan aku untuk menjadi kuat



 
Saat itu umurnya belum genap 2 tahun, ketika ia sedang mulai belajar untuk berjalan...Dimana orang-orang disekitar begitu sayang dan gemas padanya. Ia masih terlalu kecil untuk menghadapi kejadian pada hari itu. Ayahnya yang sedang dalam perjalanan menggunakan sepeda motor bertabrakan dengan dua buah truk dari arah depan dan belakang hingga menyebabkan gegar otak dan patah tulang, koma dalam beberapa jam namun tak cukup kuat bertahan hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
            Ia yang pada saat itu berada dalam pelukan ibunya hanya bisa menggapai-gapai dengan tangan kecilnya sembari bergumam lirih “abah...”, menatap seseorang yang telah terbujur kaku dengan berlumuran darah, sang ibu hanya mampu meneteskan air mata.
Dalam usia yang begitu muda ia sudah harus merasakan kehilangan.
Seiring dengan berjalannya waktu, si ibu memutuskan untuk menikah lagi dengan pertimbangan berbagai faktor terlebih karena anaknya masih kecil dan memerlukan sosok ayah. Perkawinan mereka bertahan selama beberapa tahun hingga akhirnya kejadian itu terulang kembali, ketika sang anak duduk di bangku sekolah dasar kelas 5. Serangan jantung mengakibatkan ayah tirinya meninggal secara mendadak, tak ada yang menyangka karena sebelumnya tak ada keluhan sakit dan semuanya terlihat baik-baik saja. Ya Allah... kembali adik kecilku yang lucu harus menghadapi kehilangan sosok yang ia sayangi. 

Pada hari ayah tirinya meninggal, ia terlihat biasa-biasa saja...hanya diam namun tak terlihat air mata mengalir dari kedua matanya yang bening padahal orang-orang sangat iba terhadap dirinya. Aku sempat berfikir bahwa dia baik-baik saja dan tak terlalu sedih bahkan setelah kejadian itu ia kembali seperti sediakala, bermain dan tetap ceria...sampai suatu ketika seusai ia pulang sekolah dan mampir ke rumahku. Aku yang biasanya memang suka “mengacak-acak” isi tasnya sembari membuka buku catatannya, awalnya hanya iseng sekedar ingin tahu nilai-nilai yang ia dapat...lembar demi lembar aku buka dari sebuah buku, sontak mataku tertuju pada sebuah kalimat “saya sedih ketika ayah saya meninggal...”
Jleb...seakan ada sebuah benda tajam yang menusuk tepat di ulu hati, pedih...Perkiraanku meleset! Sekuat tenaga aku menahan butiran bening di pelupuk mata yang siap tumpah, buru-buru aku tutup buku tersebut.
“Jangan diliatin, tulisannya jelek...!” ucapnya sambil merebut buku yang ada di tanganku.
Ya Tuhan...entah terbuat dari apa hati anak kecil ini...Ia masih polos ketika harus menghadapi kehilangan demi kehilangan.
Dik ajarkan kakak untuk menjadi kuat sepertimu...
Bagaimana mungkin kamu sekuat itu mampu menyembunyikan luka tanpa pernah orang-orang disekitarmu mengetahuinya...? dalam diam...dalam ceriamu...tanpa air mata.

Banjarbaru, 10.15 pm
29 Jan 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar