Selasa, 28 Januari 2014

Ruang Kosong Disudut Hati



Aku masih terduduk disudut kamar yang gelap dengan linangan air mata, tak ku hiraukan lagi teman-teman yang sedang tidur terlelap di sampingku. Foto seorang perempuan yang aku lihat di profilnya membuatku tersentak, kini aku seakan tak berarti apa-apa lagi baginya.
“ Siapa perempuan itu…?” Bisikku dalam hati.
Keputusanku beberapa bulan yang lalu untuk memutuskan hubungan dengannya memang telah lama kupertimbangkan dan saat aku bisa melepas status sebagai pacarnya, aku merasa sangat lega. Percayalah, semua ini kulakukan bukan karena aku bosan atau untuk menyakitinya… aku hanya ingin menjadi orang yang lebih baik, aku tak mungkin terus-terusan berada dalam kubangan dosa berlabelkan “pacaran” yang tak pernah sedikitpun diajarkan dalam agamaku, apa artinya ibadah yang aku lakukan…sholat…mengaji…mengaku cinta terhadap Rasulullah saw tapi dengan mudahnya aku mendekati hal yang ia benci, ah…betapa munafiknya diri ini. Maka dengan kekuatan yang tersisa aku kuatkan hati untuk bisa melepas orang yang aku cintai, ia yang selama bertahun-tahun mengisi ruang hati meski kami berjauhan karena ia harus menuntut ilmu diseberang sana tapi aku dengan setia selalu menunggu ia kembali. Sungguh tahun-tahun yang telah aku lewati untuk menantinya bukanlah perkara mudah, perlu kesabaran yang luar biasa sementara godaan selalu datang silih berganti. Kedekatanku dengan keluarganya semakin membuat rasa sayangku bertambah, aku semakin takut kehilangannya.
Hubungan kami masih terjaga dengan baik meski kami tak lagi berpacaran, ia masih sering menghubungiku sampai suatu ketika aku merasakan ada yang berbeda. Tak biasanya ia acuh terhadapku, makin lama semakin terasa ia semakin menjauh…tak kudapati perhatiannya yang dulu. Malam itu iseng ku buka profil facebooknya, dan… mataku tertuju sebuah foto yang terpajang di profilnya, mataku nanar menatap foto tersebut…
“ Ini kah yang membuatmu menjauh dariku?” Jerit hatiku tertahan.
 Seketika ada rasa perih yang merasuk…andai hati adalah sebuah kaca maka rasanya kini kaca itu telah hancur berkeping-keping… langit yang menaungiku seakan runtuh, aku menjadi sangat tak berharga, pengorbananku selama ini terasa sia-sia. Aku hanya mampu terisak dalam keheningan malam.

            Dulu aku yang menginginkan berakhirnya hubungan ini tapi ketika ia menjauh mengapa aku begitu sedih, seakan tak rela. Benar kata orang… kita baru menyadari betapa berartinya seseorang setelah merasa kehilangan. Tak dapat kubohongi hati kecilku bahwa aku masih mencintainya… aku masih sangat menyayanginya hanya saja aku terlalu gengsi untuk mengakui, tabu bagiku untuk mengakuinya. Kukatakan pada mereka bahwa aku baik-baik saja, aku selalu bisa tertawa saat ada yang menanyakan tentangnya seolah tak terjadi apa-apa…jauh didalam lubuk hati sebenarnya aku sedang menjerit menahan rasa sakit yang tak terperi. Aku terlihat tegar namun terkadang dalam kesendirian aku menjadi sosok yang sangat rapuh, sepertinya aku telah menjadi pembohong yang ulung.
            Dalam kepedihan yang mendera aku merenung…inikah cara Tuhan untuk membuatku menjadi orang yang lebih baik, seperti yang aku inginkan. Aku senantiasa berdoa agar dihindarkan dari maksiat, lalu inikah cara Tuhan menjawab doaku… Aku meminta agar bisa menjadi penghafal al-qur’an, dan ketika Ia telah berikan jalan tapi tak kugunakan kesempatan itu dengan baik, konsentrasiku sering buyar hanya karena sosok seorang laki-laki yang tak pantas aku impikan untuk saat ini. Kenapa aku harus sedih setelah Ia mengabulkan segala doa-doa yang aku panjatkan, apalagi yang aku pinta sementara Ia telah memberikan segala yang terbaik. Jika masih ada keluh kesah serta caci maki yang keluar dari mulut betapa hinanya aku, sementara dosa-dosaku bertumpuk menunggu pengampunannya, masih sanggupkah aku berbuat dosa kembali?!
            “ Foto yang kau lihat, dia hanya seorang kakak angkat bagiku…bukan siapa-siapa. Aku ingin menuntut ilmu lagi, akan lebih jauh daripada yang sekarang dan untuk pergi kesana perlu hati yang bersih. Aku ingin menjadi orang yang lebih baik, mungkin tak mudah karena godaan pasti selalu ada tapi aku akan berusaha, layaknya kita jika ingin naik keatas panggung yang tinggi tentu harus naik tangga terlebih dahulu tingkat demi tingkat atau ketika kita berjalan tentu terkadang ada lobang-lobang kecil yang mengahalangi ditengah perjalanan… seperti itulah aku sekarang. Itu kenapa perlahan-lahan aku menjauh darimu…” penjelasannya mengalir diujung telepon sana. Kata-kata itu kudengar terakhir kali ketika ia menghubungiku, ketika aku tanyakan tentang perubahan sikapnya selama ini.
Kembali aku tersadar dengan kenyataan yang ada,Ya Rabb…untuk kesekian kalinya Engkau jabah doaku. Dia yang namanya selalu aku sematkan disetiap doa-doaku… yang selalu kudoakan agar Engkau senantiasa menjaga, melindungi, dan menjaganya…yang selalu aku pinta agar Engkau menghindarkan aku dan dia…kami berdua dari segala maksiat, kini kau kabulkan semuanya tanpa pernah kusadari.
Meski sulit rasanya menghilangkan bayangmu dari benakku dan mencari pengganti dirimu meski aku tau ada ratusan bahkan mungkin ribuan laki-laki diluar sana yang jauh lebih baik, tapi hatiku masih tak mampu untuk memberi ruang bagi yang lain. Berjalanlah terus untuk meraih apa yang kau inginkan, untuk meraih cita-citamu… dan biarkan aku disini dengan rasa perih yang tersisa mencoba mengobati hati sambil membenahi diri, karena aku sadar begitu banyak yang perlu dibenahi dari diri ini. Satu hal yang aku yakini bahwa jika namamu yang tertulis di Lauhul Mahfuz maka takkan ada yang sanggup menghalangimu untuk berada disisiku selamanya,hanya saja…mungkin tidak sekarang. Allah lebih tau kapan waktu yang tepat untuk kembali menjawab doaku.

Note: Tulisan ini terinspirasi dari seorang teman.
            Yang kamu perlukan tidak hanya sekedar “bangkit” tapi “melesat”, melesatlah jauh setinggi mungkin dengan impian yang kau punya, tinggikan derajatmu di sisi-Nya dengan kesabaran dan kebaikan yang tak terhingga.  You can do it, Believe it!

Banjarbaru, 02.30 pm
11 Feb 2013 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar